Selasa, 03 Juli 2012

"Orangtua Bayaran" , "Orangtua Sewaan"

Aku kembali nulis lagi setelah berbulan-bulan lamanya vakum dari dunia blogging, dan kini saatnya aku cerita kejadian lucu yang terjadi saat penerimaan rapor seminggu yang lalu. Pagi itu, dengan pedenya aku melangkahkan kaki masuk ke gerbang sekolah, emang waktu itu rasanya semangat banget karena kali pertamanya ngambil rapor sendiri (sebenarnya tetep harus ada orangtua/wali, tapi berhubung karena waktu semester III rapornya diambil sendiri -padahal waktu itu aku bawa orangtuaku- jadinya aku berfikir semester yang ke IV ini rapor bisa diambil tanpa orangtua/wali juga). Tiba di kelas aku disambut dengan teriakan temen-temen "koma atas" salah satu (yah bisa dibilang gank) yang "bhineka tunggal ika" banget, norak, ongol-ongol, tapi seru + jail dan aku termasuk di dalamnya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya wali kelasku datang dan siap untuk ngebagi rapor anak walinya, tapi disinilah awal ke-badmood-an berlangsung, dan penyakit badmood ini telah diderita oleh hampir seluruh teman-teman kelas yang orangtuanya nggak sempat datang karena sibuk dan telah berharap akan ambil rapornya sendiri, seperti diriku ini L.  Kata wali kelasku, “Rapor TIDAK BISA! Diambil jika tidak diwakili oleh orangtua/wali”. Semua teman-temanku langsung lemas, semangat yang telah mereka bawa dari rumah kini hilang seketika hanya dengan satu kalimat saja, kali ini wali kelasku mungkin agak berlebihan, karena dari lima kelas (XI IPA) hanya kelasku yang mengharuskan rapor diambil oleh orangtua masing-masing, bahkan tante, om, atau kerabat dekat pun tidak boleh, padahal kelas yang lainnya tetap diberikan rapor meskipun orangtua/walinya tidak ada, sungguh TERLALU!!!. Tapi, kami tidak menyerah begitu saja, demi melihat nilai kami yang tertera di rapor. Banyak teman-teman yang memakai jasa “orangtua” untuk mengambil rapor mereka, bahkan aksi nekat yang pernah ku lihat adalah aksi seorang Dimi, salahsatu teman kelasku yang berani membayar seorang tukang becak dengan uang Rp 5000,- demi mengambil rapornya, dan anehnya “usaha” itu berhasil!!! (prok ... prok ... prok ...), lalu selanjutnya banyak yang memakai jasa “orangtua bayaran” itu, tapi karena nggak semua juga yang bawa uang pas akhirnya julukan “orangtua bayaran” diganti menjadi “orangtua sewaan”. Awalnya aku juga ingin memanfaatkan moment ini,  berhubung kalau penerimaan rapor itu biasanya para orangtua berseliweran dimana-mana, tadinya sih pengen cari yang pake saragam polisi, dan ternyata dapat! Orangnya tinggi, besar, pokoknya tampang killer banget deh (kesannya biar nakut-nakutin gitu J) tapi ternyata batal, karena rasa malu menang melawan keberanian, akhirnya ....
Aku pulang ke rumah tanpa membawa rapor, dan berniat untuk mengambilnya saat hari pertama masuk sekolah setelah liburan nanti, memang sih agak lama dan penasaran juga dengan nilai yang ku dapat, tapi demi mempertahankan prinsip yaitu “jual mahal” akhirnya rasa itu kusimpan dalam-dalam, bahkan sekarang aku sudah hampir lupa kalo belum ambil rapor hahaha 

0 komentar:

Posting Komentar

 
;